Pukul
dua siang, aku melirik jam tanganku dengan perasaan puas yang begitu kentara.
Aku tiba duluan, seperti biasanya. Dan seperti yang selalu ia lakukan, ia akan
muncul denga santainya kira-kira lima belas menit lagi tanpa merasa bersalah
karena telah membuatku menunggu. Aku menghela napas, tak peduli berapa lamapun
ia membuatku menunggu, aku tahu, aku tak akan bisa marah, aku tak akan bisa
meninggalkannya, bahkan aku tak akan bisa melakukan apapun yang akan menyakiti
hatinya, karena ia terlalu berharga untukku.
Aku
menyusuri taman kota yang tengah sepi itu. Pukul dua siang bukan waktu yang
lazim bagi seseorang untuk bersantai, bukan? Apalagi mengingat tuntutan hidup
yang semakin tinggi, jelas hampir semua orang kantoran saat ini tengah sibuk
dengan rutinitas mereka, mereka bahkan tak memiliki waktu untuk sekedar duduk
terlalu lama, apalagi berkunjung ke taman dan bersantai, jelas tidak mungkin.