When
you took it all you forgot your shadow…
*Sam
Tsui – Shadow
Dear Samudra…

Aku
memiliki banyak waktu bersamamu, tapi aku tak pernah bisa mengucapkan selamat
tinggal secara langsung. Aku tidak sanggup. Aku tahu, aku tidak memiliki tempat
dihatimu, tapi sejak hari pertunangan kita, kamu memiliki tempat tersendiri
dihatiku, sebuah tempat yang hanya akan kamu miliki, baik dulu sekarang atau
pun nanti.
Aku
tidak ingin meminta cintamu lewat surat ini. aku hanya ingin mengucapkan
selamat tinggal dan aku juga ingin bilang kalau aku memutuskan untuk menyerah.
Mungkin memang bukan aku wanita yang akan memenangkan hatimu dan aku menerima
kenyataan itu. Bersama surat ini, aku menyertakan cincin yang kamu berikan
dihari pertunangan kita. Aku sudah tidak pantas mengenakannya lagi, dan suatu
hari nanti aku yakin kamu akan menemukan seseorang yang pantas memakainya.
Hanya saja maukah kamu berjanji satu hal untukku? maukah kamu berjanji kalau
kamu akan bahagia?
Terimakasih
atas semua kesempatan yang kamu berikan untukku. semoga kamu akan segera menemukan
kebahagiaan yang sejati…
Bria
Entah untuk yang keberapa ratus kalinya selama
hampir dua tahun terakhir ini Samudra membuka dan membaca lagi surat yang
ditinggalkan Bria untuknya hampir dua tahun yang lalu, dan saat ini, di telapak
tangannya, tergeletak sebuah cincin emas putih sederhana, cincin pertunangannya
dengan Bria yang Bria kembalikan bersama dengan surat yang ia tinggalkan dihari
kepergiannya dua tahun yang lalu. Saat ini Samudra ingin mengatakan pada Bria
kalau ia bahagia tanpa Bria, kalau ia bisa hidup dengan baik tanpa gadis itu,
tapi kenyataannya… hidup Samudra tanpa Bria bukanlah apa-apa.
Samudra benci Bria
hadir dalam hidupnya. Baginya, Bria tak lebih dari sekedar tali kekang yang
sengaja diikatkan kedua orang tuanya untuk mengatur hidupnya. Itulah sebabnya
sejak pertuangan mereka, ia tak pernah memperlakukan Bria dengan baik meski
gadis itu selalu bertahan dan terus bertahan. Samudra ingat, selama mereka
bertunangan, Bria selalu datang ke apartemennya untuk membersihkan apartemennya
dan memasak untuknya. Bria tidak pernah sekalipun tidak datang meski
berkali-kali Samudra menyakiti Bria dengan berbagai cara yang terkadang
melampaui batas. Bria tak pernah sekalipun menyerah, itulah kenapa, ketika
suatu pagi hampir dua tahun yang lalu, ketika ia menemukan surat Bria
tergeletak di meja makannya lengkap dengan sarapannya yang masih hangat,
Samudra benar-benar terkejut. Ia tak membayangkan kalau Bria akan menyerah dan
sejujurnya ia sedikit kecewa karena diam-diam dalam hatinya, Samudra mulai bisa
menerima Bria bahkan mulai menyayangi gadis itu.
Ya… setelah Bria pergi
dan kehidupan Samudra menjadi hampa tanpa kehadiran gadis itu, Samudra
menyadari satu hal yang seharusnya ia sadari jauh sebelumnya, kalau ia mulai
mencintai Bria. Saat itu Samudra tidak ingin mengakuinya dan berharap kalau
perasaan itu hanyalah perwujudan dari rasa bersalahnya. Samudra hanya berharap
kalau rasa itu akan pergi seiring dengan semua bayangan dan kenangan Bria dalam
hidupnya.
Tapi sudah dua tahun
berlalu… dan Samudra tak sekalipun bisa melupakan Bria. Gadis itu, dnegan
caranya sendiri sanggup membuat Samudra mencintainya, bukan dengan cinta pada
pandangan pertama yang meledak-ledak dan menggebu-gebu tapi dengan cinta yang
datang perlahan dan menyusup dalam hatinya diam-diam. Cinta yang justru
bercokol begitu kuat dalam benaknya.
Sekarang sudah dua
tahun berlalu sejak terakhir kali ia melihat Bria dan ia tak pernah sekalipun
menghubungi Bria. Samudra tidak ingin menganggu studi Bria disana. Jika Bria
ingin meraih cita-citanya biarlah. Nanti, begitu Bria kembali ke Indonesia
barulah Samudra akan mengejar Bria lagi dan mendapatkan cinta gadis itu seperti
yang dulu dilakukan oleh Bria.
Samudra memejamkan
matanya dan mengingat senyuman penuh kesabaran Bria yang begitu ia rindukan.
Sebentar lagi Bria akan datang dan ia hanya bisa berharap kalau Bria yang akan
ia temui adalah Bria yang dulu dikenalnya. Samudra menghela napas dan membuka
matanya. Tepat disampaing ia meletakkan surat Bria, terdapat sebuah surat lain,
surat yang ia tulis untuk Bria yang akan ia berikan ketika ia kembali nanti.
Samudra berharap, kalau masih ada kesempatan kedua untuknya, untuk mencintai
Bria dan memperlakukan Bria sebagaimana mestinya.
Dear Bria
Aku bukan lelaki romantis, aku bukan
pula lelaki yang pintar merangkai kata-kata. Aku hanya ingin menyampaikan
bagaimana perasaanku yang sebenarnya lewat surat yang kelewat sederhana ini.
Sudah dua tahun berlalu, Bria, apakah
hatimu masih sama? Apakah masih ada tempat untukku masuk kembali dalam hidupmu?
Aku dulu memang bukan lelaki baik-baik
yang bisa menjagamu, tapi hari ini, lewat surat ini, aku ingin mengatakan kalau
aku tanpamu bukanlah apa-apa. Aku tanpamu hanyalah sebuah kehampaan. Untuk itu,
aku ingin kamu mengisi kehampaan itu, aku ingin kamu menjadikanku berarti, agar
aku bisa tertawa, agar aku bisa bahagia bersamamu…
Jika hatimu masih sama, kenakanlah lagi
cincin yang kusertakan bersama surat ini.
Mungkin sudah terlambat, tapi lebih
baik terlambat dari pada tidak sama sekali bukan?
Lelaki yang mencintaimu…
Samudra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar